Wednesday 14 October 2015

Chapter 2

Satu hari yang sudah bisa Ria lewati. Ia layak mendapatkan bintang bagi dirinya sendiri dengan apa yang sudah ia lewati. Kehampaan yang di paparkan dalam memorinya meninggalkan sakit kepala yang menyiksa di tiap malamnya. “Aku rindu pagiku, aku mau soreku” bisik lirih nya. Bertemu dengan malam adalah mimpi yang mudah di angan namun sulit terjangkau. Keadaan ini yang membuat dia gontai, membuat dia terlempar kembali dalam euphoria semunya. Kenallah Ria pada seorang lelaki yang santun dan sangat berwibawa. Yoga, seorang kharismatik di komunitasnya. Keteduhan katanya membuat Ria sangat menghormati dia. Ria bisa menjadi karakter yang berbeda bila sedang chatting dengan Yoga. Yoga adalah teman baik adik Iparnya Ria. Tias, dialah yang mengenalkan mereka. Saat itu Ria hanya bilang, pertemanan bisa dengan siapa saja. “Welcome Yoga”. “Sudah ngopi belum Ri” “Udah Ga, kamu? Udah sarapan belum?” “Belum, lagi buat laporan” “Masih banyak?” “Lumayan, di beri tambahan pekerjaan lagi yang harus di kumpul besok” “Okei, semangat kalau begitu” “Iya, istirahat dulu deh, boleh telepon?” “Iya” Dan dengan tidak di sadari obrolan itu berlangsung selama 1 jam. Yoga, memberitahu secara detail bagaimana dia jalani hari-hari dan tugas-tugasnya yang membosankan.Dia bercerita mengenai pegunungan dan aroma udara yang khas. “Jadi pengen pulang aku Ga” “Pulanglah, emang belum ada rencana pulang?” “Desember paling, belum dapet jadwal libur” “Lama amat, katanya pengen pulang” “Hehe, iya sih” “Aku tunggu ya” “Maksudnya?” “Haha, pulang aja dulu” Ria coba mengalihkan arah pembicaraan yang tidak mau ia ketahui detailnya. Jelas Tias sudah pernah bilang bahwa Yoga adalah pria yang serius. Ria dengan mudah mengalihkannya dengan sindiran-sindiran candanya. Tapi tak terelakkan juga bahwa Ria terbawa dalam suasana. Ini bukan merupakan cinta ini hanya kekaguman saja. Cinta masih jauh dari hatinya. Ria bukan wanita yang mudah melupakan seseorang yang lebih berarti dari Yoga. BAGAS! Setiap berbincang dengan Yoga yang Ria pikirkan adalah bagaimana dengan Bagas. “Aku engga mengkhianati Bagas dengan adanya Yoga. Ini hanya masalah beda karakter dan Ria bukan wanita yang mudah jatuh cinta. Cinta yang salah pun ia sudah jalani dengan Bagas di akhir semester kuliahnya kala itu dan sekarang pun ia berani untuk memulai lagi dengan baris yang berbeda. Setan kecil di hati Ria suka berkata “Bagas, engga peduli kamu mau bagaimana, kamu tau diri aja Ria” Hal itu selalu menyita perasaannya saat ada amarah di hatinya yang menghentikannya untuk mengutarakannya ke Bagas. Ria masih menjaga perasaan Bagas, kerapuhannya dengan Silvia membuat Ria berpikir lagi bila ingin mengutarakan hal yang berhubungan dengan apa yang ia rasakan kepada Bagas.”Bodoh, kamu Ria” akhir yang dia buat sendiri untuk menyemangati dirinya sendiri. Konsentrasi pembicaraan dengan Yogapun terpecah, Moodnya pun mulai menguasai hatinya. “Ga. Sorry ya, udahan dulu telponnya, ada tamu nih” “Iya, nanti kalau udah pulang tamunya kabari ya” Helaan nafas Ria yang tersendat membawanya dalam kepedihan. “Sorry Ga” dalam hatinya. Ria memulai menulis ceritanya sendiri, membaitkan puisinya sendiri untuk melampiaskan perasaannya. Ria cukup bisa menahan diri mengenai ini kepada sahabat baiknya yang kini ada jauh darinya, Dera. Dia, duniaku,,, Sayangku dari kisahku yang terdahulu Dia, matahariku,, Cahayaku untuk kisahku yang baru Dia, puisiku,, Baitnya untuk airmataku Dia, rahasiaku,, Duniaku adalah dirinya Dunianya adalah perasaannya Perbedaanya hanya sedikit

No comments:

Post a Comment